UPAYA PRESERVASI DAN KONSERVASI BUDAYA LOKAL KEPULAUAN BANGKA BELITUNG MELALUI PENERBITAN BUKU POTENSI BUDAYA DAERAH OLEH PERPUSTAKAAN

Titik Jumrotun Alviyah
D1814100
21 Desember 2016

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negeri yang terkenal dengan keanekaragamannya. Terdapat ratusan bahkan lebih suku bangsa yang ada di bumi Indonesia. Dari suku suku ini kemudian terbentuk suatu budaya yang berbeda antara satu suku dengan suku lainnya.Keanekaragaman seni dan budaya dari berbagai suku itulah yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang cukup diperhitungkan dimata dunia, banyaknya keunikan kebudayaan Indonesia menarik minat masyarakat dunia untuk mengenalnya bahkan mempelajarinya lebih dalam lagi(Safira,2012). Penekanan pada masyarakat mengenai pentingnya menggali nilai-nilai luhur di daerahnya  akan menumbuhkan kesadaran pemahaman  bahwa kekayaan yang tak ternilai harganya tersebut merupakan khasanah kebudayaan bangsa yang harus dilestarikan.

Budaya Indonesia memang sangat kaya namun, berapa banyak budaya yang bisa kita disebutkan dari sedemikian banyaknya budaya yang dimiliki Indonesia . Mungkin jawaban kita hanya bisa dihitung dengan jari. Ironis memang. Tapi inilah kenyataan yang ada. Kita, penerus generasi bangsa, seakan cuek terhadap budaya kita sendiri. Potensi kekayaan budaya daerah yang semakin terkikis oleh kebudayaan baru yang datang. Hal ini menjadi salah satu kekhawatiran terhadap keberadaan budaya bangsa yang semakin tak terlihat dan tak tersentuh .       Maka jangan salahkan jika negara lain mengklaim budaya budaya kita seperti reog ponorogo, tari pendet, batik, lagu sayange dll. Ini merupakan tamparan keras bagi kita semua, rakyat Indonesia khususnya para generasi muda. Kita tidak bisa serta merta menyalahkan negara lain yang telah mengklaim budaya kita. Kita sebagai rakyat Indonesia juga harus sadar akan kesalahan kita. Kita harus introspeksi diri kita. Berapa banyak dari kita yang sebelumnya peduli pada budaya asli Indonesia sebelum kejadian seperti ini.

PEMBAHASAN

Perpustakaan dalam melestarikan budaya lokal Indonesia dilakukan dengan cara preservasi dan konservasi. Preservasi (pelestarian) adalah usaha untuk mempertahankan bahan pustaka agar dapat digunakan dalam jangka waktu lama. Sedangkan Konsevasi (pengawetan) adalah usaha melindungi bahan pustaka dari kerusakan.

Disinilah peran perpustakaan juga mulai diperhitungkan dalam usaha Preservasi dan Konservasi terhadap permasalahan pelestarian budaya lokal. Karena perpustakaan pada dasarnya merupakan sumber penyebaran informasi. Berikut ini, perlunya upaya konkret dalam mewujudkan penyebaran pemahaman budaya lokal terhadap masyarakat daerah sekitar. Dan salah satu nya Perpustakaan Bangka Belitung yang ikut serta berkontribusi mengupayakan Preservasi dan Konservasi  budaya lokal nya melalui cara-cara sebagai berikut :

  1. Penerbitan buku-buku lokal tentang potensi daerah

Diawal tahun 2009, penulis didatangi dua orang rekan dari Riau. Kedua rekan tersebut ditugaskan oleh lembaganya mencari buku-buku yang menceritakan atau berisi tentang kearifan lokal yang berwawasan lingkungan. Buku yang dicari tersebut dapat berbentuk fiksi maupun nonfiksi. Sayang! Buku yang dimaksud belum pernah diterbitkan di Bangka Belitung.

Berdasarkan pemikiran yang dicetuskan rekan dari Riau tersebut akhirnya penulis memberanikan diri mengumpulkan cerita rakyat Bangka Belitung yang berisi tentang cerita-cerita kearifan lokal dan kemudian diterbitkan oleh penerbit Hikayat Yogyakarta dengan judul Putri Kayu Pelawan. Dalam buku tersebut  terdapat sepuluh cerita rakyat yang bernuasa kearifan lokal. Dalam cerita rakyat  Putri Kayu Pelawan menceritakan pertualangan  seorang putri dan asal muasal kayu pelawan selengkapnya cerita rakyat

Di Bangka Belitung istilah kayu pelawan sangat akrab dengan masyarakat karena dimanfaatkan untuk kayu bakar dan lebih bermanfaat lagi karena bunganya dihisap oleh lebah dan menghasilkan madu pahit yang sangat dikenal di Bangka Belitung karena khasiatnya.  Madu pahit tersebut banyak dimanfaatkan oleh penduduk dan sekaligus dijadikan oleh-oleh buat yang melancong ke Bangka Belitung.

Cerita rakyat yang lain seperti Putri Gunung Kelumpang ke Air Limau dan Sang Benyawe sampai Tanjung Penyusuk. Kedua cerita rakyat tersebut diterbitkan Dewan Kesenian Bangka.

Selain itu, penerbitan buku-buku beraroma potensi daerah yang perlu digiatkan diantaranya buku-buku tentang petunjuk wisata serta buku-buku yang memiliki daya dukung wisata lokal dan nasional. Beberapa buku yang dapat memacu diterbitkannya diantaranya buku tentang rumah ibadah yang memiliki nilai-nilai sejarah dan faktor keunikan yang ada pada rumah ibadah tersebut.

Sebagai contoh, menerbitkan  buku tentang Masjid dan Tradisi Nganggung. Banyaknyanya penduduk etnis Cina di Bangka Belitung dapat diterbitkan buku tentang Kelenteng Cina, Barongsai, dan Ritual Ceng Beng dan banyak lagi buku lain yang dapat mendukung dalam usaha mengembang pelestarian budaya.

Semua orang tahu pulau Bangka salah satu tempat pengasingan para pimpinan bangsa diantaranya Bung Karno, Bung Hatta dan kawan-kawan. Sayang, buku tentang para pemimpin yang diasingkan  oleh Belanda tersebut tidak begitu banyak ditulis. Kalaupun ada hanya beberapa buku diantaranya Muntok dari Wan Akub hingga Bung Karno yang disusun oleh Asyraf Suryadin terbitan  CV Mughni Sejahtera Bandung,  buku Barin, Amir, Tikal Pahlawan Nasional yang Tak Boleh Dilupakan karya AA Bakar terbitan Yayasan Pendidikan Rakyat Bangka, buku Palagan 12 Api Juang Rakyat Bangka yang disusun oleh Ichsan Monoginta Dasin dan Dody Hendriyanto, buku Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Bangka Belitung disusun oleh Husnial Husin Abdullah.  Untuk buku Muntok dari Wan Akub hingga Bung Karno banyak ditemui di perpustakaan SMA/SMK karena dibagikan secara cuma-cuma oleh Pusat Perbukuan, tetapi untuk perpustakaan kabupaten/kota tidak ditemui.

Rendahnya penulisan  buku-buku tentang sejarah di Bangka Belitung akan berpengaruh terhadap pengenalan daerah dan kontribusi Bangka Belitung dalam mempercepat kemerdekaan waktu itu.

Wujud potensi daerah yang lain dapat berupa buku-buku yang menceritakan peninggalan sejarah seperti bangunan peninggalan penjajahan Belanda  dan bangunan tua lainnya, misalnya Museum Timah  dan Wisma Menumbing.  Ada juga Perigi (sumur) Pekasem, perigi ini dijadikan tempat untuk membuang mayat orang-orang yang diburu TKR (Tentara Keamanan Rakyat) karena dianggap musuh atau sebagai mata-mata Belanda dan Sekutu.

Buku tentang keindahan pantai di Bangka Belitung lebih menarik dan asri lagi kalau diterbitkan apalagi dihubungkan dengan legenda yang ada. Buku-buku yang berisi tentang promosi pantai memang belum banyak tersedia juga di perpustakaan. Perlu pemikiran ke depan agar perpustakaan dapat dijadikan tempat promosi wisata yang diperankan oleh pustakawan dengan cara memperbanyak buku yang dapat membantu para wisatawan mengenal potensi daerah.

  1. Penerbitan buku-buku tentang budaya daerah

Tidak hanya buku-buku tentang kearifan lokal, sejarah dan peninggalan sejarah  yang diterbitkan, tetapi diharapkan juga segala macam buku tentang budaya perlu juga ditulis sehingga  dapat menjadi aset budaya. Sebelum mengenal secara nyata tentang suatu budaya, sebaiknya pustakawan mengenal dan mempromosikan buku-buku tersebut ke perpustakaan lain sehingga dapat dibaca dan diketahui dengan baik.

Buku-buku budaya tak kalah menariknya bila ditempatkan pada perpustakaan baik perpustakaan sekolah dan  perpustakaan umum. Sektor budaya perlu dibukukan dan ditempatkan di perpustakaan. Banyak budaya daerah yang dapat dibukukan, diantaranya  Adat Mandi Berlimau, Buang Jung, Perang Ketupat, budaya Cen Beng dan Sembayang Kubur bagi masyarakat enis Cina, dan banyak lagi budaya lainnya. Tidak hanya dibukukan, kalau memungkinkan dibuat juga dalam bentuk CD sehingga lebih dinikmati oleh para pengunjung perpustakaan.

Dalam bidang budaya sastra bayak juga ditemui karya sastra yang ditulis oleh pengarang dari Bangka Belitung. Bahkan walikota dan gubernur turut meramaikan apresiasi sastra di Bangka Belitung. Salah satu contoh karya  Eko Maulana Ali (Gubernur Bangka Belitung) yang cukup monumental adalah “Gurindam Abad 21: Berkelana di Padang Fana.” Jadi, selain mengenal Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji dari tanah Melayu Riau, kita mengenal juga gurindam dari Bangka Belitung. Selain itu ada juga karya sastra yang berjudul  “Gurindam 10” karya Roetam Robain dari Bangka Belitung dan kedua gurindam tersebut sudah dibukukan.

Buku-buku yang diterbitkan tentang potensi, sastra, dan budaya daerah tersebut selanjutnya di letakkan dalam satu ruangan khusus yang dibuat dalam bentuk suasana daerah di Bangka Belitung. Ruangan yang terletak dalam satuan perpustakaan tersebut diberi nama ruangan Laskar Pelangi atau ruangan Kehilangan Mestika karya Hamidah, sekaligus mengenang dua pengarang novel yang berasal dari Bangka Belitung. Kemudian,  ruangan  tersebut dijaga oleh pustakawan yang menggunakan pakaian adat Melayu Bangka.  Pustakawan tersebut tidak hanya pandai menjaga tetapi dapat juga memahami filosofis tentang budaya daerah sehingga para peminjam buku baik yang berasal dari daerah sendiri maupun dari luar Bangka Belitung dapat mengenal dengan baik.

Selain menerbitkan buku tentang potensi daerah dan budaya, perlu juga para pustakawan tersebut untuk melacak buku-buku yang berisi tentang budaya daerah Bangka Belitung yang masih berada di perpustakaan lain baik di dalam negeri maupun luar negeri terutama negeri Belanda yang pernah mencengkram kukunya di Bangka Belitung. Sepengetahuan penulis banyak buku yang berisi tentang budaya Bangka Belitung di negeri Belanda. Salah satunya buku tentang Cerita Bangka, Het verhaal van Bangka, karya E.P. Wieringa.

PENUTUP

Keanekaragaman budaya yang diketahui melalui perpustakaan yang bekerja di  perpustakaan  sangat membantu menanamkan sikap cinta terhadap budaya lokal dan nasional. Langkah awal mengenal budaya melalui perpustakaan akan berdampak pada keinginan untuk menyaksikan dan melihat lebih dekat wujud dari budaya tersebut. Sehingga dengan mengetahui dan mengagumi setiap aktivitas budaya akan melahirkan rasa cinta terdahap budaya bangsa sendiri dan berusaha semaksimal mungkin untuk melestarikannya agar tidak diakui oleh bangsa lain. Dengan demikian peran Perpustakaan sudah sangat jelas, bahwa perpustakaan  merupakan ujung tombak dalam mengenal budaya bangsa.

Adanya buku-buku tentang budaya dan informasi potensi daerah termasuk buku tentang perjalanan suatu daerah  di perpustakaan  menandakan kita mencintai budaya bangsa, sebaliknya jika tidak ada maka kita kurang peduli terhadap bangsa yang besar ini. Akhirnya antara perpustakaan dan pengembangan budaya bangsa merupakan dua sisi mata uang yang saling berpengaruh. Kalau demikian cerita sedih tentang perpustakaan tak akan terjadi lagi.

            Untuk terakhir kalinya Pedulilah terhadap budaya kita, budaya Indonesia. kita harus bangga menjadi orang Indonesia ! Bangga akan budaya Indonesia yang beragam ! Ini budayaku! Indonesiaku! Sekarang nasib bangsa Indonesia ada di tangan kita, para pemuda jadi berilah yang terbaik bagi Bangsa Kita, Negara Kita, Indonesia.

Daftar Pustaka

Sulistyo Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Utama.

Haryanto. (2015). Preservasi Koleksi Grey Literature dalam Kesiagaan Menghadapi Bencana di Perpustakaan. Jurnal Librarian, 4 (1), 45-67.

Asyraf suryadin. 2010.Peran perpustakaan dan pustakawan dalam pelestarian warisan budaya daerah di bangka belitung.  melalui https://digilibunsri.wordpress.com/2010/06/02/peran-perpustakaan-dan-pustakawan-dalam-pelestarian-warisan-budaya-daerah-di-bangka-belitung-oleh-asyraf-suryadin-dosen-universitas-bangka-belitung/ pada 18 Desember 2016.

Nuryaman. (2016). Isu Pelestarian Budaya Lokal Melalui Perpustakaan Umum Daerah. Diakses melalui https://www.academia.edu/28302696/Isu_Pelestarian_Budaya_Lokal_Melalui_Perpustakaan_Umum_Daerah  pada 18 Desember 2016.